Negara-negara emerging market (negara berkembang) termasuk Indonesia harus mewaspadai siklus krisis 15 tahunan yang akan terjadi pada 2012 mendatang.
“Yang harus diwaspadai oleh beberapa emerging market (negara berkembang) adalah krisis yang akan datang pada 2012,” ungkap Harpel Professor of Capital Formation and Growth Harvard University, Jeffrey Frankel, di acara IMF-BI-BKPM Joint Conference, di Hotel Grand Hyatt, Bali, Jumat (11/3/2011).
Berdasarkan data yang diperolehnya, ada kencenderungan siklus krisis global setiap 15 tahun karena besarnya capital inflow yang masuk pada negara-negara berkembang.
Diceritakannya, kiris pertama kali terjadi pada 1982 akibat capital inflow yang terjadi selama periode enam tahun (1975-1981). Sedangkan krisis kedua terjadi di Asia pada 1997, dengan capital inflow yang juga terjadi selama periode enam tahun (1990-1996).
Karenanya, jika melihat data tersebut, dia mengkhawatirkan akan adanya krisis global di 2012. Mengingat arus modal asing tersebut sudah mulai masuk sejak 2003.
Ahli ekonomi makro dari Universitas Harvard Jeffrey Frankel mengingatkan, kemungkinan siklus krisis ekonomi global tiap 15 tahun.
Ketika berbicara pada Coping With Asia’s Large Capital Inflows In a Multi-speed Global Economy di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/3); ia menjelaskan, implikasi krisis ini terutama melanda pasar-pasar bertumbuh (emerging market) pada 2012, termasuk di Indonesia.
Forum para akademisi dan peletak kebijakan negara dan bank sentral di Kawasan Asia-Pasifik itu, seperti diberitakan Antara, diprakarsai Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Indonesia, dan BKPM.
Kajian Frankel tentang krisis ekonomi global akibat aliran modal internasional terjadi sebanyak tiga kali. Pertama, pada 1975-1981 saat “anugerah” produksi minyak dunia berujung pada krisis keuangan dunia. Produk akhirnya terjadi pada 1982 berujung pada “generasi yang hilang” di Amerika Latin pada 1982-1989.
Siklus kedua, terjadi akibat ledakan pasar-pasar bertumbuh pada 1990-1996. Indonesia dan Thailand menderita keguncangan besar politik dan ekonomi akibat krisis moneter yang juga disebabkan kebijakan salah dari IMF tentang cara penanganan beban utang luar negeri Indonesia.
Pada siklus kedua ini, negara Amerika Latin, yaitu Brasil dan Argentina, bersama Turki dan Rusia juga mengalami akibat lanjutan krisis moneter pada 1998-2002.
Terakhir pada 2003-2008 yang menunda krisis keuangan global pasca periode itu, yaitu pada 2008-2009. Siklus ketiga ini bisa dianggap berujung pada kelahiran siklus keempat pada 2010-2011.
“Tetapi waktu berubah. Sekarang banyak negara berkembang yang telah mengungguli perekonomian negara maju. Pada resesi 2008-2009, China, Indonesia dan India tetap memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, demikian juga posisi fiskal mereka,” tutur Frankel.
Selain itu, posisi tabungan dana swasta negara-negara pasar bertumbuh juga semakin mantap yang disempurnakan dengan kebijakan fiskal dengan lebih mengeyampingkan mekanisme prosiklik.
Hasilnya, pemeringkatan kredit negara-negara pasar bertumbuh itu semakin baik. Singapura, China, Korea Selatan, Malaysia, dan India memiliki peringkat di atas Belgia, Jepang, Portugal, Irlandia, dan Yunani.
Masalah yang kemudian timbul akibat siklus dan pergerakan modal ini adalah bagaimana bank-bank sentral mengelolanya. “Apakah melalui kendali modal, intervensi bank sentral atau sterilisasi. Sedangkan bagi pemerintah tiap negara adalah apakah melalui kebijakan fiskal atau komoditas pertanian,” katanya.
Khusus untuk bank-bank sentral, kendali modal bisa diterapkan jika terjadi kebijakan penalti harga yang lebih moderat ketimbang pelarangan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar